Beberapa minggu ini saya banyak sekali bertemu orang, dari berbagai macam latar belakang, dan membawa pemikirannnya masing-masing. Tiap pembicaraan yang kami lakukan (antara saya dan orang-orang yang saya temui), saya selalu berusaha menganalisis jalan pikirannya (walaupun terkadang melenceng). Tiap cerita yang saya dengarkan dari beberapa orang belakangan ini menyentuh hati saya, dan membuat timbul perasaan ingin terlibat membantu walaupun sedikit. Ada juga rasa untuk berusaha menolong untuk mengubahkan hal-hal yang saya rasa salah, tapi terkadang muncul pula rasa ragu. Bahkan ada pilihan-pilihan keputusan dari orang-orang yang saya kasihi yang justru malah menjerumuskannya pada suatu kepuasan sementara, dan itu membuat saya sangat sedih.
Hingga suatu malam, ketika saya bertemu dengan salah satu teman terbaik semasa kuliah S1. Saat itu kami sedang saling sharing mengenai topik yang agak "berat" yaitu integritas haha (saya sendiri pun seperti masih sulit menerima dan menjalaninya). Pembicaraan kami sampai pada cerita saya yang dalam tahap ragu untuk mengungkapkan sesuatu yang saya anggap salah kepada orang yang saya temui, termasuk atasan saya. Lalu teman saya ini memberikan suatu analogi yang menurut saya cukup menarik. Teori Bakpao.
Pernah makan bakpao? Nah, andaikan anda dalam keadaan lapar, lalu saya memberikan bakpao kepada anda. Entah dengan senang hati ataupun tidak anda memakan bakpao yang saya berikan. Saat itu, apakah anda kenyang? Jawabannya belum tentu. Jika ada masih lapar, maka saya akan memberikan bakpao lagi kepada anda. Setelah anda memakannya, apakah anda langsung kenyang? Jawabannya masih belum tentu. Begitulah terus terjadi hingga anda memakan bakpao terakhir yang membuat anda merasa kenyang.
Sekarang pertanyaannya adalah, bakpao manakah yang sudah membuat anda kenyang? Bakpao pertama, kedua, atau yang terakhir? Jawabannya adalah pasti semua bakpao-bakpao yang sudah dimakan. Bukan bakpao pertama saja, kedua saja, atau ketiga saja.
Hal yang sama juga terjadi pada teguran-teguran, atau ajakan-ajakan untuk mengubahkan hidup orang yang kita kasihi atau kita terbeban untuk merangkulnya. Ketika kita menegur, menghimbau, atau mengajak sesorang yang kita kasihi untuk berbuat sesuatu yang lebih baik atau benar, mungkin tidak cukup sekali. Kita mungkin bisa menjadi bakpao yang pertama, bisa menjadi bakpao yang kedua, atau yang terakhir. Atau bisa jadi juga orang lain sebelum kita sudah menjadi bakpao pertama, kita bakpao kedua, atau ada orang lain lagi yang nanti akan menjadi bakpao ketiga. Kita tidak bisa secara langsung dapat mengubah seseorang. Setidaknya, kita sudah berkontribusi untuk berusaha "mengenyangkan" orang yang kita kasihi seperti kontribusi dari tiap bakpao tadi.
Tiap orang juga mempunyai kadar yang berbeda. Ada yang cukup dengan satu bakpao, ada juga yang haru lebih dari tiga bakpao. Intinya adalah, jangan segan untuk menyatakan teguran karena kasih kepada orang-orang yang kita kasihi, dan jangan ketinggalan untuk mendoakan mereka yang kita kasihi.
Teman saya mengakhiri sharing teori bakapo itu dengan senyuman. Jadi, mau menjadi bakpao? Haha. Saya pun juga masih memerlukan para agen-agen bakpao untuk mengubahkan hidup saya,yang mungkin tidak saya sadari karena saya keluar dari jalur yang benar. Namun tidak menutup kemungkinan saya juga harus berusaha menjadi salah satu agen bakpao. Hahaha.
salam dari ter-Bakpao haha
BalasHapusTulisan kakak bagus2 deh, suka bacanya. Dan yg luar biasanya lagi sangat memberkati. Kok udah ga ngeblog lagi sih ka? Btw, dikantor saya juga banyak tukang bakpau 😂
BalasHapus