Menulis karena sedang belajar. Karena saya tidak bisa belajar tanpa menulis.

Jumat, 16 Oktober 2015

Beberapa hari sebelum tanggal 16 Oktober 2014.

“Dek, malam ini bisa nginep di rumah kakak?” Whatsapp dari Kak Esya

“Yah kak, kayaknya ga bisa, iin pulang malam terus banyak tugas, besok pagi harus ke kampus lagi,” balas saya, “ada apa kak? Bang Juned masuk malam?”

“Iya, Bang Juned masuk malam, perut kakak mules-mules, tapi sekarang mendingan, takut mules-mules lagi tengah malam,” Bang Juned adalah suami Kak Esya, beliau bekerja di Bandara Soekarno Hatta, sistem kerjanya shift pagi shift malam.

“Yaudah kakak nginep di perum aja..” perum nama wilayah di Tangerang, tempat tinggal mertuanya.

“Yaudah gak apa-apa, mungkin kakak nginap di perum..”

Pada saat itu, kakak saya diprediksi dokter akan melahirkan di awal November 2014, dan keluarga sebisa mungkin menjaganya agar tidak sendirian.

Sore 15 Oktober 2014

Saya mendapatkan kabar, entah saya lupa, apakah karena saya whatsappan dengan kakak saya atau mama saya yang memberi tahu, kakak saya beserta keluarga suaminya keliling-keliling Tangerang Serpong dan sekitarnya untuk membeli lemari baju calon bayi mereka.

Pagi hari 16 Oktober 2014

*dering handphone membangunkan saya*

“Halo ma,” sapa saya dengan suara serak, mama saya menelpon.

“Halo nak, udah bangun? Hari ini kuliah?” Tanya mama.

“Iya ma, jam 9, ini mau siap-siap..” jawab saya tapi masih tidur di tempat tidur dengan mata masih terbuka seperempat.

“Ooo.. udah tahu kakakmu sudah melahirkan?” Tanya mama santai.

“HAH APA? KAPAN MA? ITU BENERAN!!?” Mata saya akhirnya terbuka 100%.

“Iya tadi subuh jam 2.. di rumah sakit di BSD.” Jawab mama. Saya suda membayangkan wajah mama sangat bahagia, sudah jadi opung (nenek). Cucu pertama yang sudah dinanti-nanti.

“Ah.. kecepetan 2 minggu donk ma? Sekarang kakak gimana ma?” Saya bingung antara senang atau panik, saya jadi tante hahaha.

“Iya, beratnya Cuma 2,47 kg, kecil banget, hitungannya masih prematur, kakak masih di ruang operasi, masih ada tindakan, agak pendarahan habis melahirkan normal, nanti pulang kuliah kau ke sana ya..” ujar mama.

“Iya ma..” Saya saat itu tidak mengerti berapa berat badan normal untuk bayi yang baru lahir, tapi kata mama itu ukuran yang tidak normal.

“Kalau sempat, nanti kamu ke Tanah Abang mau nak? Sepertinya baju yang kita beli kemaren kegedean, beli yang ukuran kecil untuk anak kakakmu ya.. bajunya masih kurang kayaknya…” sebelumnya kami memang sudah membeli perlengkapan untuk si calon bayi, tapi kami tidak menyangka bayi ini lahir lebih cepat, mungkin sudah tidak sabar bertemu mamanya papanya, opung-opungnya, tulangnya, mama tuanya, tantenya, bapa tuanya, bapa udanya hahahaa.

“Oh gitu, oke maa..” saya lalu menyusun rencana untuk ke Tanah Abang, membeli beberapa baju bayi yang baru lahir.

Pembicaraan kami selesai dan teriakan saya tadi ternyata membangunkan abang saya dan istrinya. Mereka berdua langsung datang ke kamar saya dan saya menceritakan bahwa Kak Esya sudah melahirkan. Seketika rumah langsung heboh, dengan rasa syukur. Kalau saya? Haha masih tidak menyangka, kakak saya, teman main saya dari kecil, teman berantem, teman ceng-cengan, teman seperantauan, sekarang sudah punya anak. Dan saya? Haha sudah waktunya saya jadi tante-tante ahaha.

Saya ingin whatsapp kak esya, tapi saya sadar, ia pasti masih dalam keadaan tidak sadar. Sebelumnya saya belum pernah melihat orang melahirkan, atau melihat langsung orang pasca melahirkan. Saya bertanya-tanya, bagaimana kabar Kak Esya? Sakitkah dia saat melahirkan?

Saya lalu bbm Bang Juned, menanyakan kabar Kak Esya dan bayi. Bang Juned menjawab bayinya sehat, hanya Kak Esya masih tindakan pasca melahirkan, ada kendala sedikit katanya, dan perlu transfusi darah. Bang Juned lalu mengirimkan foto bayi dan menyebutkan namanya, “Aubrielle Faithy Nasya Maha”.

Di kampus, saya sudah tidak konsentrasi kuliah. Pikiran saya melayang ke Kak Esya dan Aubrielle. Jelang kuliah selesai, saya pamit dengan teman-teman saya dan menelpon mama menanyakan pakaian apa saja yang harus saya beli. Dari kampus saya langsung menuju Tanah Abang untuk membeli beberapa lusin pakaian untuk bayi yang baru lahir. Lanjut, saya langsung naik kereta menuju Serpong. Setalah janjian dengan Bang Juned untuk dijemput, saya sampai di Rumah Sakit bersalin tempat kakak saya di melahirkan.

Saya melihat raut muka Bang Juned, terlihat sangat bahagia, sekarang abang ipar saya itu sudah jadi ayah. Saya langsung masuk ke Rumah Sakit, kemudian Bang Juned mengajak saya ke ruang bayi. Terdapat kaca besar tembus pandang dibaliknya terlihat ruangan berisi tempat tidur bayi. Saya melihat ada beberapa bayi di dalamnya.

“Itu dia si Aubrielle,” tunjuk Bang Juned ke salah satu bayi yang ditidurkan di tempat tidur khusus. Tempat tidur itu memiliki lampu yang disinarkan ke bayi. Ada dua bayi di situ, yang satu badannya kecil, dan yang satunya badannya tidak terlalu kecil. Saya sudah bisa menebak yang mana Aubrielle.
Badannya sangat mungil, kulitnya masih merah, matanya terbuka memandang kosong ke arah langit-langit, mulutnya mengatup-ngatup, anteeeng! Badannya dibungkus kain bedong. Sekali-kali ia berusaha menggerakkan kakinya ke atas, meliukkan tubuhnya sedikit. Rambutnya masih tipis, tumbuh di kepalanya yang masih sebesar kepalan tangan saya. Saya tersenyum melihatnya dari balik kaca. Halo, keponakan? Siap bermain dengan aunty?

“Dia anteng banget, tuh. Lihat in, mukanya kayak lagi orang mikir, mikirin bokap nyokap gue tagihan rumah sakitnya berapa ya??” Ujar Bang Juned.

“hahahhahaa,” kami tertawa. Saya kembali melihat ke arah Aubrielle. Sebelumnya saya sering mendengar kata orang-orang bahwa anak baru lahir itu seperti malaikat. Tapi perkataan itu seperti lalu saja dipikiran saya. Namun, sekarang saya benar-benar percaya, bahwa bayi baru lahir itu benar-benar seperti malaikat, walaupun saya belum pernah melihat malaikat itu seperti apa. Mata saya tidak lepas memandang Aubrielle.

“Yaudah, yok lihat Kak Esya..” ajak Bang Juned.

Saya sampai lupa dengan Kak Esya hahaha, saya lalu berjalan mengikuti Bang Juned menuju kamar perawatan Kak Esya, kata Bang Juned, Kak Esya habis tindakan di ruang operasi, masih dibawah pengaruh obat bius. Saya bisa membayangkannya, cerita dari Bang Juned (kalau saya tidak salah ingat), Kak Esya sudah berjam-jam di ruang operasi pasca melahirkan, karena ada sedikit masalah, ia juga mengalami pendarahan. Mungkin ada dari jam 4 subuh sampi jam 9 pagi, saya tidak begitu ingat, yang pasti sangat lama. Saya membayangkan perjuangan kakak saya setelah melahirkan Aubrielle.

Saya masuk ke ruangan tempat Kak Esya, dan saya melihat Kak Esya terbaring lemas di atas tempat tidur. Wajahnya sangat pucat, matanya sayu terbuka sedikit. Saya tahu dia melihat saya, tapi saya juga tahu dia masih belum punya kekuatan penuh untuk membuka mata sepenuhnya dan menggerakkan bibirnya. Saya lalu meletakkan buah-buahan yang sempat saya beli sebelumnya dan berjalan ke  arah Kak Esya. Saya langsung mencium keningnya dan pipinya. Bersyukur kakak saya sehat walaupun masih lemas. Saya tidak tahu secara langsung bagaimana perjuangannya semalaman. Tapi saya bisa membayangkannya dengan melihat keadaannya saat itu.  “Halo kakak sayang…” ucap saya.

Sebelumnya memang saya sempat saling telponan lagi dengan mama. Mama sangat khawatir dengan keadaan Kak Esya, walau bagiamanapun tetap mama yang paling mengerti Kak Esya, karena mama lah yang pernah melahirkan. Mama juga tahu bagaimana sakitnya dan sulitnya melahirkan dan pasca melahirkan. Mama berpesan agar saya menjaga Kak Esya. Mama sangat ingin datang dari Bengkulu ke sana. Tapi berkat hari ini benar-benar di luar prediksi, mama belum mengurus izin dari pekerjaanya begitu juga dengan Bapa tidak bisa mendadak berangkat.

Saya melihat Kak Esya ingin sekali berbicara, namun tidak ada kekuatan. Jika saya ingat hari itu saya sangat bersyukur atas kelahiran Aubrielle, tapi di sisi lain saya tidak tega melihat keadaan kakak saya. Membayangkan dia berjuang selama beberapa jam di ruang operasi, mengalami pendarahan, sampai melibatkan banyak dokter untuk mengambil tindakan. Seketika saya membayangkan bagaimana perjuangan mama saya dalam melahirkan empat orang anak. Sungguh, membuat diri sendiri ngilu setelah saya melihat keadaan kakak saya. Betapa besarnya perjuangan seorang ibu.

Saya tidak menyangka Kak Esya sungguh wanita yang sangat kuat. Saya tahu, anak perempuan pasti sangat menginginkan kehadiran ibunya dalam keadaan seperti ini, walaupun ada ibu mertuanya, tetap saja ia pasti sangat membutuhkan kehadiran mama. Tapi apa daya, mama tidak bisa datang pada hari itu juga.

Di sana ada ibu mertua Kak Esya, yang sudah menemaninya dari tadi malam. Di dalam kamar ada saya, Kak Esya, Bang Juned, dan Ibu mertua Kak Esya. Beberapa jam kemudian, tenaga Kak Esya berangsur pulih, ia sudah bisa duduk dan berbicara walaupun pelan. Saya sangat bahagia. Kak Esya masih belum sempat menggendong bayinya karena keadaanya yang masih lemas. Sore harinya, ketika ia sudah tidak lemas, suster membawa Aubrielle dari ruang bayi ke kamar kami. Aubrielle lalu diberikan ke pelukan Kak Esya, dan entah mangapa saya sangat terharu melihatnya.


Hingga malam hari, abang saya dan istrinya datang mengunjungi sepulang dari kantor. Kami berkumpul bersama dan berdoa bersama. Selama beberapa hari Kak Esya masih harus dirawat menunggu proses pemulihan. Sempat  saya yang bagian menjaga Kak Esya di rumah sakit karena Bang Juned saat itu shift malam dan mertua Kak Esya sedang mengurus persiapan pernikahan anaknya yang pertama.

Saat itu Kak Esya berkata, “gak nyangka ya dek, kakak udah punya anak aja..”

Saya tersenyum, semuanya tidak terasa, kami benar-benar di usia yang sudah dewasa. Perasaan baru kemarin kami bertengkar hanya karena berebut barang, baru kemarin kami  tertawa ala ABG karena hal-hal yang kami anggap lucu, baru kemaren kami masih sama-sama berangkat menuju sekolah, semua terasa baru kemarin. Sekarang, dia sudah menjadi ibu, dan saya menjadi tante. (Tante? Oh, saya benar-benar sudah tua haha).

Beberapa hari kemudian, kami mendapat berita kalo badan Aubrielle harus di sinar lagi karena kuning. Mungkin karena ia prematur kah? Kak Esya sangat panik, dan kami hanya bisa berdoa. Seiring berjalannya waktu, Aubrielle tumbuh semakin besar dan tidak terlihat seperti ia lahir dari berat badan 2,47 kg. ia tumbuh sangat sehat layaknya bayi normal biasa.


Jumat, 16 Oktober 2015

Pagi hari saya bangun, dalam keadaan kaki yang masih nyeri akibat keseleo kemarin. Saya mencoba mengingat-ingat ini hari apa. Iseng saya melihat notifikasi dari handphone saya. Kak Esya memposting sesuatu. Saya lalu buka, ternyata sebuah foto perayaan kecil-kecilan ulang tahun Aubrielle. Haha yah, hari ini ulang tahun Auby (panggilan untuk Aubrielle). Saya sudah ingat kemarin, bahkan saya sudah membeli kado titipan dari Kak Lidya untuknya. Tapi pagi hari memang tahap untuk pemulihan memori haha.

Hari ini tepat satu tahun Aubrielle. Dulu saat lahir badannya boleh kecil, tapi siapa yang menyangka kalau sekarang dia sangat jago memanjat, cepat sekali merangkak, sudah bisa berdiri, dan hobi menarik-narik kaca mata saya haha. Dia suka memegang apapun. Semangatnya untuk mencapai apapun yang diinginkannya patut dicontoh haha. Merangkak ke manapun, walaupun sampai kepalanya terbentur di mana-mana karena respon kehati-hatian dari bayi memang belum berkembang, tapi ia tidak menangis! Ia berdiri lalu terjatuh, lalu berdiri lalu terjatuh lagi, tapi ia tidak pantang menyerah. Semua perkembangannya sangat luar biasa. Sangat aktif.

Benar kata dosen saya, orang dewasa harus belajar dari bayi. Walaupun bayi sering jatuh saat belajar berjalan, kepalanya bahkan terantuk, tapi bayi tidak berhenti menyerah, terus berusaha.  Terima kasih Aubrielle sudah hadir di keluarga kami. Bayi kecil yang langsung memberikan sukacita untuk enam keluarga sekaligus. (Keluarga Kak Esya dan Bang Juned, Keluarga Bapa dan Mama saya, Keluarga dari mertua Kak Esya, Keluarga Abang saya dan istrinya, Keluarga Kak Lidya dan suaminya, serta keluarga Bang Alex (Abangnya Bang Juned) beserta istrinya). Kehadirannya memberikan tawa tiap kami berkumpul. Ketidakhadirannya memberikan kami rindu untuk menemukannya.



Tetap bertumbuh Aubrielle cantik, jadi anak yang takut akan Tuhan, sehat, cerdas, dan patuh pada orang tua. Seperti namamu, Aubrielle Faithy Nasya Maha, tetaplah tumbuh besar dalam iman, dan bersinarlah seperti malaikat.

0 komentar :

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang ambievert -- Bercita-cita dapat mengunjungi 35 Provinsi di Indonesia --Belajar menjadi environmentalist tapi masih sulit untuk hemat energi (namanya juga tahap belajar) -- Sarjana Ekonomi namun tidak begitu paham khatam ekonomi -- penggila senja dan pengagum langit biru -- sangat menyukai perjalanan darat -- tak pernah berhenti kagum atas karya Pencipta alam yang ada di bumi -- Environmental Science, University of Indonesia 2014 (Master degree) -- Resource and Environmental Economics, Bogor Agricultural University 2009-2013 (Bachelor Degree) -- SMAN 5 Bengkulu -- Christian -- I just wanna be a good Indonesian

Popular Posts