Percakapan saya dan mama saya
setahun yang lalu menjelang tanggal 8 Agustus 2014 (tahun lalu). Saat itu kami
(saya, mama dan bapa) sedang bersiap-siap untuk melakukan perjalanan dari
Bengkulu menuju Jambi dengan menggunakan mobil pribadi.
“In, tahun ini usiamu berapa
tahun?” Tanya mama.
“23 ma,” jawab saya, padahal dari
hati saya yakin mama sudah tahu sebentar lagi usia saya akan genap 23 tahun.
“Oo, mama dulu nikah umu 22,”
ujar mama sambil senyum-senyum.
“Oo, mama mau iin nikah? Yaudah
tinggal berenti kuliah aja, gimana?” Jawab ku asal, lalu kami tertawa.
Percakapan yang hampir sama pun
mulai terjadi di tahun ini (2015), tepatnya kembali menjelang tanggal 8
Agustus. Percakapan kali ini antara saya dan kakak perempuan saya yang nomor
tiga, beliau sudah menikah dan sudah dikaruniai seorang anak. Jarak usia kami
hanya selang 2 tahun, dan kami memang sangat dekat.
“Dek, kamu sekarang 24 tahun ya?”
Tanya dia, dan saya yakin itu adalah pertanyaan retoris.
“Iya,” jawabku singkat.
“Kakak dulu nikah umur 24,”
nadanya menggoda.
“Iya iin tahu, terus?” Tanya saya
balik.
“Gak, ngasih tahu aja..” jawabnya
lalu.
Pertanyaan mengenai hal ini
memang sudah saya perkirakan akan muncul bertubi-tubi sejak semua abang dan dua
orang kakak saya sudah menikah. Tinggallah saya si bontot yang belum menikah,
di usia yang sudah 24 tahun ini haha. Dan sudah pasti tentunya, semua doa yang
muncul lewat sms, whatsapp, bbm, dan facebook tidak jauh dari seputar hal
“tabu” ini haha.
Saya jadi ingat doa dari teman
dekat saya yang sedang mendekam di tengah hutan provinsi Jambi karena
pekerjaan, namanya Paul, tapi saya lebih suka memanggilnya Paulina =P. Hampir
beberapa tahun belakangan dia selalu
mengucapkan selamat ulang tahun paling pertama. (Entah karena beberapa kali dia
sedang berada di bagian WITA, atau memang dia kerajinan). Ucapan dan doa dari
dia yang paling membuat saya berkesan adalah
“Selamat ulang tahun buat
bendahara rempong gw..hahaha. Semoga cepat kelar S-2nya, lancer rejeki, dan
‘HAL YANG HARAM DITANYAKAN’ cepet datangnya, muahaha..God bless :D”
Saya sangat terkesan dengan
kata-kata “hal yang haram ditayakan” hahaha, saya bingung itu beneran doa atau
sebuah ejekan hahaha. Dan bukan hanya Paul yang menyinggung hal itu, tapi juga
hampir semua ucapan dan doa dari teman-teman yang lain.
Kira-kira itulah hal heboh yang
menyambut genapnya usia saya yang ke 24 tahun ini, hahaha. Ulang tahun yang 24
tanggal 8 Agustus lalu, seperti biasa selalu sederhana. Saya juga bukan tipe
yang terlalu mengistimewakan ulang tahun sendiri. Cukup mendapatkan doa dari
orang-orang yang dikasihi saja sudah cukup. Tanpa perlu kue ulang tahun, ritual
tiup lilin, dan buka membuka kado. Saya ingat kata-kata Bapa saya, “di usia mu
yang segini, bukan saatnya lagi menantikan kue dan tiup-tiup lilin.” Ya, saya
sangat setuju dengan Bapa.
Saya sangat bersyukur untuk usia
saya yang ke 24. Kado terindah saya di usia ini adalah saya bisa berdoa bersama
di pagi hari dengan Mama dan Bapa saya di rumah tempat saya dilahirkan (Yap, di
Kota Bengkulu). Pagi hari saya dibangunkan dengan nyanyian “panjang umurnya”,
dengan senandung merdu Bapa dan tepuk tangan dari Mama. Mereka berdua masuk ke
kamar saya dan duduk di tempat tidur saya, lalu mengajak saya berdoa bersama.
Hal hangat yang selalu saya rindukan dan saya akan selalu rindukan. Saya
sengaja menunda keberangkatan saya kembali ke Jakarta (dengan konsekuensi
mundurnya jadwal penelitian) karena saya ingin merasakan suasana ini. Saya
sangat menantikannya, karena saya tidak tahu apakah tahun depan saya bisa
kembali merasakan ulang tahun seperti ini? Haha karena saya membayangkan tahun
depan saya mungkin akan jauh dari orang tua saya (hanya masih bayangan…)
Tepat pada pukul 00.00
sebelumnya, saya duduk terdiam di kamar, merenung, apa yang harus saya syukuri
dari usia yang ke 24 ini? Dan apa yang sudah saya lakukan selama 24 tahun ini?
Jawabannya adalah, begitu banyak yang sudah diberikan Tuhan, tapi saya belum
melakukan apa-apa. I’m still nothing. I’m nothing. Sangat keterlaluan jika saya
tidak mensyukuri setiap pemberian diberikan Tuhan.
Pertama, saya sangat bersyukur
Tuhan sudah memberikan keluarga yang sangat mengasihi saya. Bapa dengan
sifatnya yang hangat, bijaksana, mengayomi, peduli, dan tidak pernah mengeluh.
Tiap pagi selalu rajin menelpon saya (jika saya berada jauh darinya), 3 hal
utama yang sellu ditanyakan “Halo, boru? Sudah Berdoa? Sehat? Uang mu masih
cukup?” (pertanyaa favorit saya adalah pertanyaan yang ketiga) haha.
Mama, dengan sifatnya yang tegas,
teliti, perfeksionis, gesit, master of multitasking dan guru yang luar biasa.
Dibalik sosoknya yang dipandang orang-orang sangat tegas, tersimpan jiwa
hangatnya. Hahahha walaupun kami hobi berdebat, tapi selalu cepat untuk
berbaikan (walaupun terkadang saling gengsi, dan berujung bahan candaan).
Abang Olan, sosok teladan dalam
ketekunan. Dia sangat tekun dan ulet dalam berdoa dan berusaha. Ditambah sifat
selengek’annya yang membuat saya cocok dengannya.
Kak Lidya, sosok kakak yang
sangat cantik, penyabar, penyayang dan tenang, namun lugu. Saking tenangnya,
Abang Olan pernah mengatakan “walau seribu rebah di kiri dan sepuluh ribu rebah
di kanan Kak Lidya tetap selalu tenang, namun orang-orang disekelilingnyalah
yang gergetan hahaha.
Kak Esya, sosok perfeksionis
selanjutnya. Sangat detail dan kritis. Saya paling dekat dengannya, mengingat
kami paling lama hidup bersama (jarak usia yang hanya 2 tahun).
Dan Tuhan sudah menambah jumlah
keluarga kami, kakak ipar saya Kak Berni (Istri Abang Olan), dan 2 abang ipar
Bang Edi (Suami Kak Lidya), dan Bang Juned (suami Kak Esya). Tidak ketinggalan si
kecil Auby (anak Kak Esya dan Bang Juned).
Saya sangat bersyukur atas
keluarga yang Tuhan berikan untuk saya. Saya bersyukur saya bisa menikmati masa
bertumbuh menjadi dewasa bersama saudara-saudara saya. Dari ketika kami masih
kecil bermain bersama di rumah, hingga sudah punya kehidupan rumah tangga
sendiri-sendiri (kecuali saya, belum haha).
Kedua, saya juga sangat bersyukur
untuk kesempatan pendidikan yang saya kerjakan sekarang. Saya bukan
siapa-siapa, dan saya bukan apa-apa. Tapi saya tahu, Tuhan ingin pakai saya.
Maka saya akan jalankan kesempatan ini. Walaupun beberapa kali saya lupa
bersyukur, dan justru mengeluh karena tantangan dunia kuliah pascasarjana, tapi
biarlah semua Tuhan pimpin. Kembali, saya bukan apa-apa, saya masih jauh dari
keahlian. Semakin saya terlibat semakin dalam di jenjang pendidikan ini, saya
semakin merasa saya tidak ada apa-apanya. Yang hanya saya bisa lakukan adalah
belajar, belajar dan belajar.
Ketiga, saya sangat bersyukur
untuk persahabatan bertahun-tahun yang Tuhan berikan kepada saya. Tuhan
memberikan saya teman-teman yang sudah saya kenal sejak saya SMP, SMA, dan
masih terpelihara hingga sekarang. Yang patut saya syukuri adalah, mereka
adalah orang-orang yang sangat luar biasa, saya tidak menyadarinya dari lama,
bahwa saya sudah dikeliling oleh orang-orang yang bervisi sejak saya SMP.
Keempat, saya sangat bersyukur
saya diberikan komunitas KTB bersama teman-teman saya pada saat S1. Kembali,
mereka adalah orang-orang yang sangat luar biasa. Latar belakang kami pun berbeda-beda,
baik itu latar belakang keluarga, bidang kemampuan, serta bakat. Tapi Tuhan
mempertemukan kami dalam komunitas ini, perjuangan tiap sebulan sekali untuk
bertemu sharing hidup dan Firman. Terkadang total waktu perjalanan kami untuk
bertemu lebih lama dari pada waktu yang kami habiskan untuk bersama. Tapi
sukacita saat kami berkumpul itu obat semuanya.
Kelima, saya sangat bersyukur
pernah terlibat dalam pelayanan siswa Bogor. Saya sangat banyak dibentuk dari
pelayanan itu. Mental, pola pikir, kesabaran, dan perjuangan. Saya juga belajar
untuk keluar dari zona nyaman, dan saya bertemu dengan teman-teman yang luar
biasa. Baik itu kakak-kakak kelas saya, teman seangkatan, dan adik-adik kelas.
Bertemu dengan siswa-siswa Bogor dengan berbagai macam ceritanya. Belajar bagaimana
menghadapi sikap orang yang berbeda-beda, mengontrol dan mengendalikan diri,
banyak hal, banyaaaak, banyak sekali, sungguh saya sangat bersyukur.
Keenam, saya sangat bersykur
dengan teman-teman yang luar biasa di S1. Saya banyak mendapatkan
sahabat-sahabat dari berbagai komunitas, yang selalu siap sedia menjadi
pendengar dan penegur kapanpun di mana pun. Bahkan di S2, saya menemukan
teman-teman luar biasa. Orang-orang pintar yang tidak pernah segan membagikan
ilmunya. Mereka dari latar belakang ilmu yang berbeda-beda (berhubung saya
terlibat dalam disiplin ilmu yang bersifat mutidisiplin), dan berasal dari
dunia pekerjaan yang berbeda. Saya belajar melihat sesuatu dari berbagai sudut
pandang dan betapa saya makin merasakan bahwa saya tidak ada apa-apanya.
Ketujuh, saya sangat bersyukur
dengan dosen-dosen yang luar biasa. Kesempatan berharga saya bertemu dengan
para pakar-pakar yang sangat rendah hati dan cerdas. Bahkan beberapa di
antaranya bukan hanya sekedar dosen, tetapi juga GURU. Yah, Guru! Benar-benar
mendidik secara ilmu, etika, dan filosofis.
Ke delapan, saya sangat-sangat
bersyukur dengan semua talenta, kesehatan, kecukupan dan keceriaan yang Tuhan
berikan pada saya. Tapi tetap, saya tidak ada apa-apanya.
Ke Sembilan, saya sangat
bersyukur atas semua pengalaman yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Saya
sempat merasakan tinggal di asrama bertemu berbagai macam teman dari Sabang
sampai Merauke. Saya sempat merasakan asistensi PA, terlibat dalam berbagai
kepanitiaan, organisasi, proyek penelitian, pekerjaan sambilan dan lain
sebagainya. Tapi tetap, saya tidak ada apa-apanya.
Dan Kesepuluh, saya sangat
bersyukur sampai saat ini Tuhan masih memberikan hati pada saya untuk terus
setia mendoakan pekerjaan apa yang akan saya kerjakan nanti. Tidak ketinggalan,
Tuhan juga masih memberikan hati pada saya untuk terus setia mendokaan “hal
yang awalnya dianggap haram” hahaha, yap, pasangan hidup dari Tuhan. Saya
bersyukur Tuhan masih memberikan kesempatan pada saya untuk mempersiapkan diri
hingga saya benar-benar siap untuk dua hal ini. Saya bersyukur Tuhan memberikan
saya kesempatan untuk belajar mengasihi, di mana saya belajar untuk mengasihi
sesama karena terlebih dahulu saya mengasihi Tuhan. Karena semuanya akan tepat
pada waktunya, in His time. Benar-benar tepat pada waktunya. Karena pekerjaan
yang Tuhan kerjakan dan akan Tuhan kerjakan jauh melebihi apa yang ada
dipikiran saya. Apa yang ada di pikiran Tuhan, jauh lebih tak terduga dan lebih
luar biasa dari yang saya pikirkan. Saya bersyukur, Tuhan masih memberikan saya
kesempatan untuk mengenalNya terlebih dahulu, walaupun saya masih sangat sulit
untuk menjalaninya.
Kata orang usia 20-an adalah
jenjang usia di mana manusia mulai dewasa dan banyak menentukan keputusan besar
dalam hidup. Dan saya sudah mendekati pertengahan 20-an. Biarlah perjalanan ini
Tuhan pimpin. Saya akan sering lari keluar dari jalur, tapi semoga Tuhan tidak
pernah bosan menarik kerah baju saya untuk kembali ke jalur yang sesungguhnya. Terima
kasih untuk orang-orang yang yang ada di sekeliling saya, dan tidak pernah
jemu-jemu berhenti mengasihi saya. Kasih dari kalian tidak akan berhenti di
saya saja, tapi akan saya teruskan ke orang lain. Saya bersyukur kepada Allah
setiap kali saya mengingat kalian. Enjoy my twenties!
0 komentar :
Posting Komentar