Sudah lama sekali blog ini tidak
saya perbarui. Ternyata dari sekian lama kevakuman blog ini, tulisan pertama
saya adalah untuk salah satu sahabat terbaik saya, Manuel Saragih!
Halo dunia, ingin sekali saya
perkenalkan kepada kalian, bahwa saya memiliki sahabat, sepertinya bukan
sahabat, tapi kakak! Namanya Manuel Saragih, tapi orang-orang memanggilnya
Mbot. Pertama saya bertemu dengannya tahun 2010, sehabis acara retreat Persekutuan
Mahasiswa Kristen IPB, dengan first
impression saya adalah “saya takut dengan ini orang, tapi kayaknya ini
orang asik, ga tau deh kalo ntar kerja bareng nih orang bakaL sepaham atau
enggak”. Jadilah, saat itu pertemanan kami dimulai saat beliau meminta saya
menjual stiker untuk dana usaha retreat.
Saat sudah di usia sekarang ini,
di saat saya sedang mensyukuri untuk orang-orang terdekat saya kepada Tuhan,
saya menyadari bahwa pria ini adalah sosok yang unik. Orang yang bisa membuat
saya kesal dan senang dalam satu waktu sekaligus! Ide-ide gila selalu keluar
dari otaknya. Apapun bisa diuangkan dengannya, sangat kreatif dengan yang
namanya bertahan hidup. Tanpa diketahui orang banyak bahwa dia sebenarnya
benar-benar sedang bertahan hidup. Seumur hidup, saya baru menemukan satu orang
seperti dia, dan dia adalah Manuel Saragih, alias Mbot.
Tampang boleh sangar, tapi
pecinta Donald Bebek sejati. Saya sangat ingat dengan motor bebek bersejarah
miliknya, yang seolah-olah jadi kepemilikan semua orang. Motor bebek yang
dimodif, dicat ulang menjadi warna biru, dicopotnya stiker merk asli motor, kemudian
ditempelinya dengan tulisan Donald Bebek kesayangannya. Tidak hanya itu,
klakson motornya yang sebenarnya lebih merdu terdengar, malah digantinya dengan
klakson dengan bunyi terompet tahun baru, yang jika dibunyikan dapat membuat
kaget orang sekitar.
Orangnya sangat loyal, banget
malah, kalau ia punya pasti diberikan. Di sisi lain juga apa adanya. Hingga akhirnya
ketika semua barangnya jadi seperti milik semua orag, tecetuslah suatu qoute darinya, “Kita keluarga, tapi
bukan keluarga kandung.” Boleh pake barang gue, tapi tolong kita bukan keluarga
kandung jadi jangan seenaknya banget ya! Hahaha
Kak Mbot orang yang menunjukkan
perhatiannya dengan caranya sendiri, tanpa kita sadari bahwa ia adalah orang
yang perhatian (Emang iya kak lo perhatian? Gue aja ga nyadar, hahahaha, dasar
oportunis!”)
Pernah kala itu, saya sakit diare
di kosan, karena habis meminum es kelapa yang dia traktir di kantin. Ketika dia
mendengar kabar itu, jam 10 malam dia datang ke kosan saya membawakan P*cari
Sweat, coklat S*lver Queen, dan Ch*-cha. Katanya, “ini minuman untuk mengganti
cairan dalam tubuh lo yang hilang, in. Terus ini cokelat untuk untuk menambah
glukosa dalam tubuh lo biar lo ga lemes,” Di kala orang-orang menjenguk anak
kosan datang dengan nasi bungkus atau buah, dia malah membawa cemilan.
Pernah juga malam-malam ia datang
membawa pizza karena katanya dia habis dapat rezeki. Yah walaupun yang dia bawa
adalah pizza sisa yang tidak habis dia makan dari rumah makan pizza bersama
temannya saat itu.
Pernah juga kami berjalan malam
dengan menggunakan motor dari Bogor menuju Depok, untuk menemani saya memberikan
kejutan ulang tahun untuk kakak saya. Di sepanjang jalan kami mendengarkan lagu
dari headset sambil memutar playlist Sheila On 7, menyanyikannya dengan suara
yang keras, saat itu yang kita nyanyikan adalah “Terima Kasih Bijaksana.”
Hingga keesokan harinya dia menunjukkan playlist lagu handphonenya berisi
lagu-lagu Sheila On 7. “Gara-gara lo, gue jadi masukin lagu-lagu SO7 nih di hp
gue!”
Kami hampir memiliki hobi yang
sama. Kami sama-sama suka warna biru, suka Harry Potter, suka Sheila On 7, suka
hal-hal yang berbau digital, suka bikin kesal orang lain, hanya satu mungkin
yang berbeda. Dia sangat berbakat dalam hal wirausaha, sedangkan saya tidak ada
apa-apanya.
Orang yang dengan ringan tangan
membantu saya pindahan dari Asrama TPB IPB saat masuk tahun ke dua, hingga
akhirnya kesal dengan saya yang banyak perintah dan banyak mau dan berkata, “emang
gue tukang ojek lo?”
Ikut saja dengan ide gila backpacker ke Jogja yang serba mendadak,
menjadi satu-satunya lelaki penjaga 5 perempuan rempong, naik kereta ekonomi
seharga 35 ribu rupiah dari Jakarta hingga Jogja, dan tidur di antara
ayam-ayam. Dia sudah banyak mengorbankan tenaga, harga diri, dan uang, tapi
masih saja kami 5 perempuan rempong memanggilanya , “Mbot Kopet!”
Orang yang pertama kalinya
mengenalkan kamera DSLR kepada saya. Walaupun kami berdua sama-sama jelata dan
belum punya kamera DSLR. Hingga akhirnya saya sangat suka dengan fotografi
walaupun masih amatir.
Orang yang pertama kali menyuruh
saya mengendarai motor di Bogor. Di kala itu saya belum berani mengendarai
motor karena masih di daerah baru. Tapi untuk pertama kalinya saya mengendarai
motor dari Dramaga Bogor ke Puncak Bogor dan itu aman-aman saja.
Di kala saya sedang bercerita padanya tapi tiba-tiba hanya jadi setengah cerita, dia pasti langsung menyahut, "lo cerita jangan setengah-setengah ngapa?? Kalo cerita setengah-setengah itu kayak lagi boker tapi ga cebok tau ga!"
Tiap kita mengutip ucapannya yang memang asik untuk dikutip, dia langsung berkata, "itu kata-kata gue! Sini bayar royalti!"
Dia membentuk mental saya yang
saat itu adalah juniornya, dengan cara yang sangat saya tidak suka, yaitu
menyudutkan saya. Apakah itu memang tekniknya atau memang dia yang mememilki
karakter menyebalkan seperti itu (yang saya tahu, saat itu saya sangat benci
diperlakukan seperti itu, dan saya kecewa dengan perbuatannya). Hingga akhirnya
kami pernah berkelahi hebat dan tidak pernah saling berbicara sampai 2 bulan. Sampai
akhirnya terjadi satu insiden yang akhirnya mendamaikan kami. Tapi siapa yang
sangka, perlakuannya dan karakternya yang cuek sangat berpengaruh pada karakter
saya sekarang. Saya belajar untuk tidak lemah dan cengeng, belajar menikmati apa
yang dimiliki sekarang, apa adanya, dan jangan menjadi orang yang terlalu
pemikir, “Gak semua permasalahan bisa lo selesaikan sendiri, ngapain mikirin
hal-hal yang sebenernya ga penting-penting amat, mikirin tuh hal-hal yang
penting aja,”
Hingga kami pernah sama-sama
menangis, dengan alasan yang tidak jelas. Pengakuannya, itu tangisan pertama
dia setelah sekian lama.
Di kala dia tahu saya sedang
stres karena kabanyakan memegang program kerja, dia memberikan saya gantungan
kunci bertuliskan, “Life is Fragile, handle with Prayer!” Gantungan itu saya
gantungkan di Alkitab saya hingga kini.
Saat saya ulang tahun dia
memberikan saya kado, dengan harapan, “nanti
pas gue ulang tahun lo beliin gue kado juga ya, hahahaha, gue investasi!”
Jadilah, saat itu, dia salah berinvestasi, dia malah berinvestasi dengan orang
yang tidak terlalu hobi memberikan kado, maaf ya kak! Hahaha!
Kami selisih setahun, dia senior
saya dari Fakultas Kehutanan, dan saya dari Fakultas Ekonomi. Hobi kami adalah
berdebat jurusan mana yang paling nyantai, dan tetap saya yang kalah dalam
berdebat. Hingga akhirnya saya berkata, “liat lo ya kak, ntar kita wisudanya
barengan!” Jawabnya, “Enak aja lo!” Dan benar lah adanya, saat saya mengirimkan
SMS undangan untuk hadir di seminar hasil hasil penelitian skripsi saya, dia
membalas dengan kata-kata berikut,
“Apa! Lo seminar duluan! Gue gak
terima, gue gak terima!”
Benarlah juga adanya, kami tidak
wisuda bersama, tapi justru saya yang wisuda terlebih dahulu dari dia di bulan
Januari 2014. Namun, Maret 2014 dia menyusul wisuda dan mendapatkan kado papan
bunga besar dari teman-teman seangkatanya karena lulus paling terakhir.
Ketika kami sama-sama lulus
kuliah, intensitas komunikasi tidak bejalan dengan lancar. Kami sibuk dengan
dunia baru kami masing-masing. Ketika saya whatsapp
dia dengan pertanyaan apa kabar, dia malah menjawab, “ga butuh tanya kabar in,
yang gue butuhin duit in..” Kak Mbot tetap dengan karakternya yang apa adanya.
Saat saya sedang melanjutkan
studi magister, saya menyempatkan diri memberikan informasi pekerjaan dan
memotivasinya agar semangat mencari kerja (walaupun saya tahu Kak Mbot tidak
semudah itu mendapatkan motivasi hanya lewat kata-kata). Tapi hebatnya, dalam
segala keterbatasannya dia tetap bisa bertahan hidup. Apa saja ia jalani untuk
menghidupi dirinya sendiri.
Suatu ketika, dia mengikuti tes
kerja salah satu perusahaan BUMN di bidang kehutanan. Saya ikut mengantarkannya
karena kebetulan lokasi tes ada di kampus saya. Sepulang dia tes kerja, saya
meminta bantuannya untuk merekap kurang lebih 150 lembar kuesioner penelitian
tesis saya, dengan iming-iming saya traktir dia makan. Seharian itu kami
habiskan waktu untuk merekap kuesioner di salah satu rumah makan cepat saji di
daerah Salemba Jakarta.
“Nih penelitian lo apaan sih, in! Gak ada meaningnya banget dah ngitungin barang
orang rusak karena banjir!” Sambil membuka lembaran-lembaran kuesioner. “Ini lo
yakin wawancara orang nanyain harga barangnya satu-satu! Udahlah!”
Bukan Kak
Mbot namanya jika tidak banyak komen.
Ujar saya sambil memegang kalkulator, “Udah
gak usah banyak komen!”
Seharian itu kami habiskan dengan
gayanya memamerkan I-Phonenya, dan
mengaku tidak bisa memainkan smartphone
dengan sistem operasi Android. Saya no
comment, karena hampir semua barangnya dia beli dengan hasil jerih payahnya
sendiri, tidak seperti saya yang hanya bisa minta dari orang tua. Dia juga
banyak menceritakan tentang update
kehidupannya saat itu, dan saya juga update kehidupan
saya. Saat saya banyak mendengar ceritanya di situ, saya berpikir, “Ya ampun
kak, kemana aja sih gue selama ini, kok gue baru nyadar sih gue punya temen
sekeren lo.”
Di sisi lain tetap saya berkata, “Ok
kak, gue udah kenal kalo lo adalah orang yang pandai mengemas kata-kata dengan
cara yang kece, jadi gua ga percaya kata-kata lo sepenuhnya...” diikuti tawa
kami berdua.
Pernah beberapa kali, entah itu
di motor saat saya sedang di Bogor, atau saat bertemu cengkrama dia menanyakan,
“In, kira-kira masa depan lo cerah ga?”
“Apaan sih pertanyaan lo?” Jawab
saya.
“Gue serius nih nanya!” Tanyanya.
“Ya mana gue tau lah! Mana ada
orang yang ga mau masa depannya cerah!” Jawab saya lagi.
“Yah, kalo lo yakin masa depan lo
cerah, gw nikah sama lo aja ntar, gue siap cari sinamotnya!”
“Ogah gw nikah sama lo kak!”
Teriak saya.
“Ih, serius gw!” Jawabnya.
“Gue siap, in, kalo gw yang
ngurus rumah terus lo yang kerja!”
“Ogah! Berdua aja kerjaan kita
berantem mulu dah!”
Ada beberapa kali percakapn itu
terjadi, penuh dengan candaan dan selalu ditutup dengan kata-katanya, “Yah,
untuk kesekian kalinya gue ditolak!”
Saking putus asa dan khawatirnya mengenai jodoh, lantas dia berkata seperti itu dengan saya! hahaha
Saat saya sudah masuk dunia
kerja, dan dia juga sudah mendapatkan pekerjaan cukup lama, kami tetap
sama-sama galau dengan pekerjaan yang kami miliki. Hingga akhirnya pertengahan
tahun lalu saya jatuh sakit dalam waktu yang cukup lama. Pengakuannya dia
sangat ingin menjenguk saya di Tangerang. Tapi tetap, saya adalah orang yang
tidak bisa membedakan kapan dia serius dan dia bercanda. Hal itu semua sudah
termindset di saya.
Setelah saya sembuh total, kami lalu meet up, setelah sebelumya berdebat lewat whatsapp mengenai lokasi tempat meet
up. Hingga akhirnya dia mengalah dan
menjemput saya di kantor, dan akhirnya kami bercengkrama di tempat makan yang
tidak jauh dari kantor saya. Kembali dia menceritakan galaunya dia di dunia
pekerjaan dan jodoh Sedangkan saya menceritakan mengapa saya sakit dan
kondisi kesembuhan saya. Saat itu saya menceritakan tentang pekerjaan impian
saya, dan saya memberitahunya bahwa saya lolos Indonesia Mengajar. Saat itu dia
diam dan tersenyum kemudian berkata, “Gila, beruntung banget sih lo in, bisa
memilih pekerjaan yang sesuai dengan idealisme yang lo miliki!”
Saya terdiam dan mengingat semua
ceritanya yang pernah diceritakan kepada saya, tak tahu mau berbicara apa saya
hanya bisa menjawab, “Ntar lo juga akan
mendapatkannya kok kak.”
Hingga H-7 sebelum keberangkatan
saya ke camp pelatihan Pengajar Muda,
dia bersikeras mengajak saya menyempatkan waktu bertemu dengannya. Saat itu
saya sudah meluangkan waktu sehabis pulang dari kantor, tapi saya kesal karena
dengan seenaknya dia berkata, “Gue masih di rumah in, hahaha ga jadi ya..”
Dengan kesalnya saya malas untuk mengatur jadwal lagi untuk meet up dengan orang ini.
H-3 akhirnya setelah perdebatan
dan bujuk rayu, akhirnya kami meet up
di Semanggi. Saat itu saya masih berpura-pura kesal dengannya, dan dengan gaya
selengeknya dia berjalan ke arah saya seperti tanpa rasa bersalah. (Perhatian,
itulah ciri khasnya Kak Mbot!) Anehnya, ketika bertemu langsung dengannya,
segala kesal yang sebenarnya ingin kita ungkapkan di depan mukanya meluap sudah
dan kita malah bingung ingin marah bagimana. Semua terhapus dengan tawa
lepasnya, dan telapak tangannya yang menahan saya untuk tidak memukul
punggungnya. Di akhir pertemuan terakhir itu, saya menyalaminya dan berkata ,”sampai
ketemu setahun lagi ya... semoga pas gue balik lo udah ada pasangan. Jangan
galau-galau mikirin jodoh!”
Namanya masa depan siapa yang
tahu dan Tuhan berkehendak lain. Ternyata itu adalah pertemuan terakhir kami.
Ketika saya selesai penugasan dan kembali ke Jakarta, saya tidak dapat
menemuinya lagi, karena pagi ini tanggal 10 April 2017, saya mendengar kabar
bahwa ia sudah dipanggil Bapa di surga karena sakit. Saya tidak tahu kalau dia
sakit, dan tiba-tiba mendapatkan kabar seperti ini saat membuka handphone.
Seumur hidup saya mengenalnya,
saya tidak pernah melihat dia sakit. Gayanya yang selalu santai dan membuat
orang lain berpikir bahwa orang lain tidak perlu khawatir dengan kehidupannya. Terakhir
sekitar 2 bulan lalu dia chat saya
dan berkata, “bisa kali lo ceritain cerita motivasi lo gitu kek, di sana pasti
lo da banyak cerita!”
Pikir saya, apaan sih kak, bukan
lo banget dah tiba-tiba minta motivasi. Dengan santai saya membalas, “we have our own story kak, cerita
motivasi ga harus dari tempat terpencil.. “
“Ih gw serius, gw minta cerita,
masa ga ada gituu..”
“Ya gue kalo ditanya begini
bingung ceritanya bagaimana....”
Hingga karena sudah malam, saya
teridur meninggalkan chatnya. Hingga
saya menunda-nunda untuk menghubunginya lagi, dan kemudian mendapatkan kabar
duka ini. Sebelumnya saya belum pernah merasakan kehilangan orang terdekat karena
meninggal. Hingga akhirnya saya mendapatkan informasi ini saat saya ada di
tempat yang jauh.
Saya tidak mau menghabiskan waktu
saya dengan penyesalan karena tidak dapat melihat dia untuk terakhir kali atau
karena saya menyesal karena tidak puas dengan pertemuan terakhir kami. Tapi
saya ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan, karena saya pernah dekat dengan
orang luar biasa ini! Sedih pasti! Sedih sekali, tapi saya ingin ceritakan pada
dunia, bahwa saat ini yang ada di memori saya adalah semua kenangan yang
bahagia tentang dia. Saya bahkan tidak ingat kenangan sedih saat berteman
dengannya. Jika dia dulu meminta saya memberikan cerita motivasi, justru
kehidupan lo yang udah memotivasi gue Kak! Bagaimana berpikir dari sudut
pandang ekstrem, tetap santai dan terlihat bahagia walaupun hidup banyak
tekanan, sangat sayang dan peduli dengan keluarga terutama orang tua, bisa
hidup MANDIRI! Sumpah, gue banyak banget belajar dari lo!
Selamat tenang di sisi Bapa di
Surga, Rest in Peace Kak Mbot. Semua
sakitmu sudah diangkat. Saya tandai kau Manuel Saragih, sebagai salah satu
orang yang mengubah karakter cengeng saya. Banyak yang sayang denganmu dan
banyak yang kehilanganmu pastinya. Saya percaya, Bapa di Surga juga memberikan
penghiburan kepada kami. Terima kasih untuk anda pemilik nomor induk mahasiswa
E24080043.