Menulis karena sedang belajar. Karena saya tidak bisa belajar tanpa menulis.

hidup untuk belajar

belajar untuk hidup

maka hiduplah menjadi manusia

Sabtu, 07 November 2015

“Sebuah rangkuman seminar Persekutuan Alumni Kristen Jakarta November 2015”

Seperti temanya, seminar ini membahas habis mengenai hubungan antara atasan dan bawahan, bagaimana kita seharusnya sebagai atasan (oke , untuk manusia seumuran kita mungkin masih jauh dari kata atasan), dan bagaimana kita seharusnya bertindak sebagai bawahan (nah ini mungkin pas) yang sesuai dengan ajaran dari Firman Tuhan. Bagi saya mungkin ini masih suatu teori, karena status saya yang masih murni mahasiswa dan hanya kerja sebatas serabutan hahaha. Seminar ini berlangsung cukup lama hampir 2 jam, dan saya mungkin akan menuliskan hal-hal yang (menurut saya menarik) dan nyantol  banget.

Seminar ini dibawakan oleh tiga pembicara:
  1. Bang Alex Nanlohy, S.Sos, M.A (pasti sudah pada banyak yang kenal), beliau adalah staff Perkantas Jakartaa alumni dari FISIP UI,
  2. Bapak Dr. Jonathan L. Parapak, M. Eng. Sc, beliau adalah salah satu pendiri perkantas (kata sisca), dan sekarang sedang menjabat sebagai rektor Universitas Pelita Harapan. Beliau juga sebelumnya pernah menjabat sebagai Dirut Indosat (yang dulu ikutan Kamp Nasional Mahasiswa 2013 mungkin ingat beliau sempat juga jadi pembicara), alumni University of Tasmania.
  3.  Bang Daniel Ginting, S.H, LL.M, beliau adalah salah satu founder Law Firm di Jakarta (beliau tidak mau sebut merk), dan alumni FH UI.



Materi pertama dibawakan oleh Bang Alex Nanlohy dengan pembawaan santai homoris seperti biasa. Beliau membuka dengan ayat nast pertama dari Markus 10:41-45. Dalam ayat tersebut diceritakan mengenai rasul yang saling berdebat mengenai siapa yang paling utama, dan Yesus menegur mereka dengan mengatakan barang siapa yang ingin menjadi besar di antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa yang ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaknya ia menjadi hamba untuk semua.

Konsep kempemimpinan pada umumnya identik dengan kekuasaan (power) untuk mempengaruhi orang lain. Banyak yang berpendapat bahwa, orang yang memimpin adalah mereka yang memiliki kuasa. Nah, konsep mengenai kuasa dari Tuhan Yesus berbeda dengan pandangan umum ini. Tuhan Yesus sendiri tidak meniadakan kuasa, Tuhan Yesus sendiri mengatakan dia memiliki kuasa, namun yang dilakukan Yesus adalah membongkar, memperbaiki kuasa dan penerapannya oleh pemimpin. Ajaran Tuhan Yesus tidak berfokus pada KUASA SEORANG PEMIMPIN, namun KERENDAHAN HATI SEORANG PELAYAN (Nanlohy, 2015 disadur dari presentasi seminar).

Ayat ini mungkin sangat bertolak belakang dengan kepemimpinan bertangan besi yang dilakukan di beberapa tempat. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kerendah hatian sebagai seorang pelayanlah yang dapat menjadikan seseorang sebagai pemimpin. Hal ini diperkuat dengan perkataan Paulus kepada jemaat di Galatia 5:13 “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”

Kemudian muncul dua statement yaitu

Pelayan yang memimpin atau pemimpin yang melayani?

Nah, lanjut ke statement berikutnya, manakah yang baik, seseorang yang awalnya sudah menjadi pemimpin kemudian merelakan dirinya untuk melayani orang lain, atau seorang pelayan seorang Hamba Allah yang memiliki kerendahan hati lalu terpanggil untuk memimpin? (Tentunya dalam hal ini Hamba Allah bukan hanya sebatas pendeta atau mereka yang hanya terpanggil di gereja. Kita semua adalah anak-anak Allah yang melayani Tuhan dalam peran kita di kehidupan masing-masing).

Dari dua statement tersebut kita dapat melihat bahwa, hati yang melayani lah yang terlebih dahulu membawa seseorang untuk memimpin. Nah selanjutnya ada kata-kata menarik yang bisa kita catat. Kalau kata bang Alex ini bisa dijadikan lirik lagu kalau ada yang mau bikin (haha):

‘Memimpin adalah melayani, namun melayani belum tentu memimpin
Yang tidak mau melayani, tidak boleh dan tidak berhak memimpin
Pemimpin adalah pelayan, namun pelayan belum  tentu pemimpin,
Yang tidak rela menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin’

Setiap orang perlu memiliki hati seorang pelayan, namun tidak semua orang tepanggil untuk memimpin. Pemimpin yang baik memiliki hati seorang pelayan, ia tumbuh karena jiwa pelayan. Nah adakah muncul di pikiran teman-teman contoh-contoh pemimpin yang memiliki hati seperti ini? Ya, pasti teman-teman sudah punya sosok figurnya, entah kah itu atasan teman-teman di perusahaan sekarang, dosen, atau Gubernur di daerah masing-masing.

Satu hal lagi yang ditekankan Bang Alex dan ini menjadi bagian yang berkesan bagi saya. John Stott (mungkin teman-teman pernah membaca buku-bukunya, kalau saya pernah liat doank, kaga pernah baca haha) dalam Medical Christian Fellowship Cape Town tahun 1959 pernah memaparkan mengenai personal relationship yang harus kita jalankan dalam kehidupan bekerja (kalau menurut saya ini tidak hanya dalam kehidupan bekerja, tetapi juga kehidupan sehari-hari).

Dalam Kolose 3, Rasul Paulus memberikan 2 prinsip umum dalam membangun personal relationship.
 
Pertama:
Whatever you do in word or deed, do all in the name of the Lord Jesus.” (Kolose 3:17)

Kedua:
Whatever you do, work at it heartily as to the Lord, and not unto men” (Kolose 3:23)

Apa maksud dari dua prinsip ini?
Pada prinsip pertama: bahwa jika saya seorang Kristen, bagaimana kita belajar memperlakukan orang lain seperti kita dalam posisi If I were Jesus Christ (maksud ini bukan kita menyamakan diri sebagai Tuhan, tapi kita memperlakukan orang lain seperti Tuhan memperlakukan umatnya). Itulah arti dari “in the name of” the Lord Jesus, yang secara tidak langsung mempertegas bahwa kita adalah duta Tuhan di dunia. Sama seperti ketika kita sedang berlomba membawa nama universitas almamater kita di ajang perlombaan, kita berusaha sebaik mungkin karena yang kita bawa adalah nama kampus. Begitu juga kita sebagai Kristen, kita membawa nama Allah, dan perlakukanlah orang lain dari sudut pandang Allah.

Kita harus belajar, jika kita seorang Kristen, bagaimana memperlakukan orang dengan rasa hormat dan pertimbangan (tidak asal bertindak sesuka hati), dengan penuh perhatian dan bijaksana, yang mana hal-hal tersebut yang dilakukan Yesus terhadap orang lain.

Pada prinsip kedua, dari sisi yang berlawanan, bagaimana kita memperlakukan orang lain seperti orang lain itu adalah Tuhan, seperti yang terdapat dalam Kolose 3:23 tersebut (Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia). Perlu diketahui, bahwa ayat ini ada dalam perikop hubungan antara hamba-hamba dan tuan, weeew! Haha.

Sebagai seorang Kristen, kita harus belajar untuk melakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, atau kita harus belajar memperlakukan semua orang (mau kepada atasa atau bawahan) dengan bijaksana, rendah hati, penuh pemahaman, dan sopan. Not now that he would give to me, but that I would give to him.

(Bagian ini cukup menohok saya, karena terkadang saya masih secara tidak sadar egois, dan bekerja asal. Terlalu dipengaruhi oleh mood dan berpengaruh pada acara saya memperlakukan orang lain).

Dua prinsip ini yaitu memperlakukan orang lain seperti kita adalah Kristus dan memperlakukan orang lain seperti orang lain adalah Kristus adalah tindakan realistik yang revolusioner serta dapat mengubahkan. This is not idealist rubbish, this is practical advice personal relationship. (Saya benar-benar tertarik dengan statement ini).

Terakhir, dalam slide presentasi Bang Alex menutup dengan kata-kata “Yesus dan Paulus tidak meniadakan  hubungan pimpinan dan bawahan, namun memberikan suatu perspektif relasi yang baru bagi pengikut Kristus.

Nah, materi selanjutnya dibawakan oleh Bapak Parapak, beliau pembawaan serius sekali hahaha. Beliau membawakan materi dari sisi dunia professional seorang pemimpin. Beliau lebih banyak menceritakan pengalamannya dalam memimpin saat ia menjadi Dirut Indosat. Pada saat masa kepemimpinannnya beliau sangat menekankan visi kepada setiap bawahannya. Bahkan pada saat itu Indosat menjadi perusahaan BUMN terbaik.

Sharing awal yang membuat saya berkesan ketika beliau berkata bahwa antara pemimpin dan bawahan sama-sama diciptakan sesuai dengan gambar Allah, dan sama-sama memiliki tugas untuk menjaga setiap ciptaan Tuhan. Nah kata sama-sama di sini memiliki unsur partnership yang tidak bisa dipisahkan. Kata sama-sama tidak mengarah pada siapa yang di atas dan siapa yang di bawah.

Namun sebagai seorang pemimpin diperlukan suatu kualitas agar dapat mengarahkan anggotanya dengan baik dan benar. Pemimpin perlu merumuskan dan menggetarkan anggotanya dengan memiliki kehidupan doa yang baik serta visi yang jelas. Visi yang yang dimaksud juga dalah visi yang berkenan pada Tuhan. Beliau sempat bercerita, pada saat itu perusahaan yang ia pimpin sedang tertimpa masalah dan sedang diadakan rapat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hingga akhirnya beliau sebagai pimpinan berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dengan mengandaikan jika Roh Kudus ada di ruang rapat ini, keputusan apa yang akan diambil oleh Roh Kudus dan sesuai dengan Firman Allah (yang ini berat broo.. beraattt hahhaa).

Beliau juga berpendapat bahwa sebagai seorang pimpinan, baiknya memberdayakan bawahan dengan motivasi dan nasehat, menggalang kesatuan dan kerja sama, serta menggagas pembaruan di bawah tuntunan Tuhan. Beliau menekankan tokoh Nehemia dalam soal kepemimpinan.  Walaupun banyak yang berusaha menjatuhkannya, tapi Nehemia tetap maju untuk membangun kembali kehidupan bangsa Israel (mungkin teman-teman bisa baca kitab Nehemia).

Materi selanjutnya dibawakan oleh Bang  Daniel Ginting, dengan sangat santai dan memancing banyak tawa tiap peserta seminar. Bang Daniel membawakan materi dari sosok jika saya seorang karyawan. Awalnya beliau mengucapkan bahwa, “saya juga bingung mau bercerita dari sisi karyawan, saya terakhir menjadi karyawan 13 tahun yang lalu, apa pengurus tidak salah milih?” Ujarnya sambil bercanda diikuti tawa peserta seminar.

Beliau mulai menceritakan pengalamannya pada saat dia menjadi karyawan (hingga ia bisa mendirikan Law Firm sendiri adalah proses yang sangat panjang). Beliau menyatakan bahwa bekerja adalah berkarya, bekerja adalah pelayanan.  “Jadi saya pernah berbicara dengan beberapa orang, saya bertanya, ‘kenapa kamu bekerja di sana?’ lalu di jawab ‘wah ga tau juga bang, orang-orang pada daftar di sana semua bang, yah saya juga ikut bang,’ atau dijawab ‘biar dapat uang bang, malu kalo ga kerja bang’” Hal-hal bekerja adalah suatu tindakan berkarya lah yang kurang banyak ditekankan dalam kehidupan para pencari kerja.

Setelah itu beliau menekankan bahwa kerjakanlah segala sesuatu dengan sungguh-sungguh. Apapun itu sekecil apapun itu kerjakan dengan hati yang senang. “Mungkin awal-awal kalian berpikir, apalah kerjaan aku ini, Cuma straples-straples, ngurus angka-angka, foto copy-foto copy,” ujarnya dan diikuti tawa dari peserta seminar (hahha sepertinya sebagian peserta seminar sempat mengalami hal tersebut). Pekerjaan kecil jika dikerjakan dengan tanggung jawab akan menambah kepercayaan kepada kita untuk tanggung jawab yang lebih besar, tiap peningkatan tanggung jawab yang diberikan adalah sesuatu yang sangat Indah.

Sama seperti yang sudah disampaikan dengan Bang  Alex, kerjakan segala sesuatu dengan sepenuh hati, seperti bekerja untuk Tuhan. Tidak ada pekerjaan baik yang tidak dilihat oleh orang, percayalah! Kita juga perlu percaya diri, tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi tetaplah menjadi diri kita yang apa adanya. Jangan terlalu cepat puas diri sehingga kita terlalu show off dengan kemampuan yang kita miliki. Kita juga perlu untuk mengembangkan kemampuan yang kita miliki, seperti sekolah lagi.

Hal terakhir yang disampaikan oleh Bang Daniel adalah jangan lupa tetap menjalin komunikasi, jangan takut berendapat, dan sampaikan pendapat dengan bijaksana.



Masuk dalam sesi tanya jawab, pada putaran pertama diberikan kesempatan untuk tiga penanya.

Pertanyaan pertama dari abang-abang (saya lupa namanya siapa) alumni FT UKI tahun 2005 (kalo ga salah). Beliau bertanya: banyak kebijakan perusahaan sekarang yang bersifat profitable dan cenderung merugikan banyak pihak di dalam perusahaan (umumnya karyawan yang kena), kebijakan ini menjadi suatu sistem peraturan yang terus menerus berulang terjadi (loop hole rule). Apa yang harus kita lakukan bila ada di kondisi seperti ini? (cerita seperti ini sering saya dapatkan dari banyak teman yang sudah bekerja).

Pertanyaan ini dijawab oleh Pak Parapak, hal seperti ini memang sering terjadi dan sangat sulit dihilangkan terkadang dari bawahan tidak dapat berbuat apa-apa. Tapi langkah kecil yang bisa kita lakukan adalah mempelajari latar belakang atasan, karakter, dan ideologi seperti apa yang ia jalani, mungkin kita bisa menulis tiap masukan kita dalam secarik kertas dengan penyampaian yang tepat setelah kita mempelajari latar belakang atasan kita.

Jawaban dari Bang Daniel Ginting, terkadang peraturan memang sudak saklak, mau-tidak mau adalah peraturan yang dibuat oleh perusahaan yang harus diganti.

Pertanyaan kedua dari abang-abang katanya dia sedang S2 di UI. Tapi di sini saya agak lost dengan pertanyaan dan jawabannya, jadi mohon maaf hehe.

Pertanyaan ketiga dari kakak-kakak alumni UI, tapi lupa fakultas apa dan angkatan berapa. Dia menanyakan: bagaimana pendapat anda dengan statement “Bos is always right?

Pertanyaan ini djawab oleh Pak Parapak, tidak semua atasan selalu benar, atasan yang baik adalah atasan yang selalu terbuka dan bersedia menerima kritik dan saran dari bawahannya, mau dikoreksi jika mengalami kekeliruan dan kesalahan. Tidak ada Bos yang sempurna.

Sesi pertanyaan kedua untuk tiga orang penanya juga.

Pertanyaan keempat dari Josua, alumni UNPAD 2008. Dia menanyakan: Bagaimana jika pekerja tidak mencintai pekerjaanya? Apakah berkerja harus sesuai dengan passion?

Jawaban dari Bang Daniel: sayang jika pekerja bekerja tanpa mencintai pekerjaannya. Itu hanya buang-buang waktu. Kita juga harus peka terhadap passion kita. Jangan sampai kita terjebak dengan passion sesaat. Tiba-tiba kita bilang “passion saya bukan di kantor bang, saya di lapangan, saya suka mengajar, saya suka anak-anak kecil..” nah kita harus mengenal diri kita lebih dala. Cari tahu dan minta tuntunan Tuhan

Jawaban dari Bang Alex: kembali kita harus mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh termasuk dalam menentukan keputusan, terkadang ada orang yang dianugerahkan banyak passion oleh Tuhan, namun tidak ada pekerjaan yang dapat menampung passionnya. Pekerjaan belum tentu sama dengan passion, ini adalah pola pikir yang salah selama ini. Ada seorang siswa binaan saya, dia disuruh orang tuanya untuk masuk kedokteran, sedangkan dia suka bermain musik. Pada akhirnya dia masuk kedokteran, dan kesukaannya dalam bermain musik menjadi pekerjaan sampingannya. Ia bekerja tapi passionnya tetap dijalankan. Ada juga seorang alumni yang bekerja di kantoran tapi ia menyalurkan passionnya sebagai sukarelawan dengan mengajar anak-anak jalanan pada saat weekend. Yang penting adalah kita harus mencintai pekerjaan kita. Orang yang ingin menjadi missionaris ke luar negeri pun harus punya skill professional agar bisa diterima kalangan di sana. Mereka yang ingin menjadi missionaris pun mengambil keahlian sebagai pengajar, di mana pada saat ia mengajar ia bisa sambil menyampaikan Firman.
Pekerjaan yg kita kerjakan juga bisa jadi menjadi bekal untuk apa yang akan kita hadapi di tantangan kehidupan selanjutnya, jadi kerjakan segala sesuatu dgn sungguh-sungguh.

Pertanyaan kelima dari abang-abang saya lupa namanya dan lupa alumni dari mana. Ia menanyakan bagaimana jika dalam tim kerja kita terdapat salah satu anggota yang tidak provement dengan anggota tim yang lain?

Jawaban dari Pak Parapak, kita bisa belajar untuk ikut membina dan memberitahu anggota tersebut.. jika memang masih sulit kita bisa melakukan tindakan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya sehingga jika terjadi konflik biarkan manajeman perusahan yang mengatur sesuai dengan data-data bukti yang kita miliki.

Pertanyaan keenam dari kakak-kakak saya lupa namnya, dari alumni UI. Ia menanyakan bagaimana bawahan dan atasan bisa menjadi partner dengan gaya komunikasi yang menyentuh hati ?

Jawaban dari Pak Parapak: kita harus bisa menempatkan diri pada posisi yag sebenarnya, lakukan yang terbaik dalam komunikasi, sebagai atasan perlu untuk melihat prestasi, dan atasan jangan angkuh untuk menjalin komunikasi. Sebagai bawahan, jangan pula mempersulit atasan dan menjelek-jelekkan atasan. Atasan dan bawahan harus sama-sama belajar memahami karakter. Dan penting untuk menjaga silaturahmi.

Tambahan dari Bang Alex: dalam hal menegur jangan pernah merasa lebih tinggi, kita dapat menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dengan mengucapkan “apa yang harus saya bantu agar kamu tidak terlambat lagi? Apa yang harus saya bantu agar kamu tidak telat mengerjakan laporan lagi?” mungkin juga bisa disertai dengan doa bersama, dan belajar Firman bersama.

Pekerjaan adalah pelayanan, jadi kerjakan semua dengan hati yang suka cita.
Sekian sharing dari hasil seminar PAKJ November 2015. Itu semua hasil dari rekaman catatan, yang ada di otak memori serta pikiran saya. Keburu lupa saya tulis saja semua. Semoga bermanfaat.

(beberapa foto saya ambil dari official account facebook Pak Jakarta, gak sempat bikin dokumentasi sendiri).





Mengenai Saya

Foto saya
Seorang ambievert -- Bercita-cita dapat mengunjungi 35 Provinsi di Indonesia --Belajar menjadi environmentalist tapi masih sulit untuk hemat energi (namanya juga tahap belajar) -- Sarjana Ekonomi namun tidak begitu paham khatam ekonomi -- penggila senja dan pengagum langit biru -- sangat menyukai perjalanan darat -- tak pernah berhenti kagum atas karya Pencipta alam yang ada di bumi -- Environmental Science, University of Indonesia 2014 (Master degree) -- Resource and Environmental Economics, Bogor Agricultural University 2009-2013 (Bachelor Degree) -- SMAN 5 Bengkulu -- Christian -- I just wanna be a good Indonesian

Popular Posts