“Sebuah rangkuman seminar Persekutuan Alumni Kristen Jakarta
November 2015”
Seperti temanya, seminar ini
membahas habis mengenai hubungan antara atasan dan bawahan, bagaimana kita
seharusnya sebagai atasan (oke , untuk manusia seumuran kita mungkin masih jauh
dari kata atasan), dan bagaimana kita seharusnya bertindak sebagai bawahan (nah
ini mungkin pas) yang sesuai dengan ajaran dari Firman Tuhan. Bagi saya mungkin
ini masih suatu teori, karena status saya yang masih murni mahasiswa dan hanya
kerja sebatas serabutan hahaha. Seminar ini berlangsung cukup lama hampir 2
jam, dan saya mungkin akan menuliskan hal-hal yang (menurut saya menarik) dan nyantol banget.
Seminar ini dibawakan oleh tiga
pembicara:
- Bang Alex Nanlohy, S.Sos, M.A (pasti sudah pada banyak yang kenal), beliau adalah staff Perkantas Jakartaa alumni dari FISIP UI,
- Bapak Dr. Jonathan L. Parapak, M. Eng. Sc, beliau adalah salah satu pendiri perkantas (kata sisca), dan sekarang sedang menjabat sebagai rektor Universitas Pelita Harapan. Beliau juga sebelumnya pernah menjabat sebagai Dirut Indosat (yang dulu ikutan Kamp Nasional Mahasiswa 2013 mungkin ingat beliau sempat juga jadi pembicara), alumni University of Tasmania.
- Bang Daniel Ginting, S.H, LL.M, beliau adalah salah satu founder Law Firm di Jakarta (beliau tidak mau sebut merk), dan alumni FH UI.
Materi pertama dibawakan oleh Bang
Alex Nanlohy dengan pembawaan santai homoris seperti biasa. Beliau membuka
dengan ayat nast pertama dari Markus 10:41-45. Dalam ayat tersebut diceritakan
mengenai rasul yang saling berdebat mengenai siapa yang paling utama, dan Yesus
menegur mereka dengan mengatakan barang siapa yang ingin menjadi besar di
antara kamu hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa yang ingin menjadi
yang terkemuka di antara kamu, hendaknya ia menjadi hamba untuk semua.
Konsep kempemimpinan pada umumnya
identik dengan kekuasaan (power) untuk mempengaruhi orang lain. Banyak yang
berpendapat bahwa, orang yang memimpin adalah mereka yang memiliki kuasa. Nah,
konsep mengenai kuasa dari Tuhan Yesus berbeda dengan pandangan umum ini. Tuhan Yesus sendiri tidak meniadakan kuasa, Tuhan Yesus sendiri mengatakan dia
memiliki kuasa, namun yang dilakukan Yesus adalah membongkar, memperbaiki kuasa
dan penerapannya oleh pemimpin. Ajaran Tuhan Yesus tidak berfokus pada KUASA SEORANG PEMIMPIN, namun KERENDAHAN HATI SEORANG PELAYAN
(Nanlohy, 2015 disadur dari presentasi seminar).
Ayat ini mungkin sangat bertolak
belakang dengan kepemimpinan bertangan besi yang dilakukan di beberapa tempat. Ayat
ini mengingatkan kita bahwa kerendah hatian sebagai seorang pelayanlah yang
dapat menjadikan seseorang sebagai pemimpin. Hal ini diperkuat dengan perkataan
Paulus kepada jemaat di Galatia 5:13 “Saudara-saudara, memang kamu telah
dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan
itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang
akan yang lain oleh kasih.”
Kemudian muncul dua statement
yaitu
Pelayan yang memimpin atau pemimpin yang melayani?
Nah, lanjut ke statement berikutnya, manakah yang baik,
seseorang yang awalnya sudah menjadi pemimpin kemudian merelakan dirinya untuk
melayani orang lain, atau seorang pelayan seorang Hamba Allah yang memiliki
kerendahan hati lalu terpanggil untuk memimpin? (Tentunya dalam hal ini Hamba
Allah bukan hanya sebatas pendeta atau mereka yang hanya terpanggil di gereja. Kita
semua adalah anak-anak Allah yang melayani Tuhan dalam peran kita di kehidupan
masing-masing).
Dari dua statement
tersebut kita dapat melihat bahwa, hati yang melayani lah yang terlebih dahulu membawa
seseorang untuk memimpin. Nah selanjutnya ada kata-kata menarik yang bisa kita
catat. Kalau kata bang Alex ini bisa dijadikan lirik lagu kalau ada yang mau
bikin (haha):
‘Memimpin adalah
melayani, namun melayani belum tentu memimpin
Yang tidak mau
melayani, tidak boleh dan tidak berhak memimpin
Pemimpin adalah
pelayan, namun pelayan belum tentu
pemimpin,
Yang tidak rela
menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin’
Setiap orang perlu memiliki hati
seorang pelayan, namun tidak semua orang tepanggil untuk memimpin. Pemimpin yang
baik memiliki hati seorang pelayan, ia tumbuh karena jiwa pelayan. Nah adakah
muncul di pikiran teman-teman contoh-contoh pemimpin yang memiliki hati seperti
ini? Ya, pasti teman-teman sudah punya sosok figurnya, entah kah itu atasan
teman-teman di perusahaan sekarang, dosen, atau Gubernur di daerah
masing-masing.
Satu hal lagi yang ditekankan
Bang Alex dan ini menjadi bagian yang berkesan bagi saya. John Stott (mungkin
teman-teman pernah membaca buku-bukunya, kalau saya pernah liat doank, kaga
pernah baca haha) dalam Medical Christian
Fellowship Cape Town tahun 1959 pernah memaparkan mengenai personal
relationship yang harus kita jalankan dalam kehidupan bekerja (kalau menurut
saya ini tidak hanya dalam kehidupan bekerja, tetapi juga kehidupan
sehari-hari).
Dalam Kolose 3, Rasul Paulus
memberikan 2 prinsip umum dalam membangun personal relationship.
Pertama:
“Whatever you do in word or deed,
do all in the name of the Lord Jesus.” (Kolose 3:17)
Kedua:
“Whatever you do, work at it
heartily as to the Lord, and not unto men” (Kolose 3:23)
Apa maksud dari dua prinsip ini?
Pada prinsip pertama: bahwa jika
saya seorang Kristen, bagaimana kita belajar memperlakukan orang lain seperti
kita dalam posisi If I were Jesus Christ
(maksud ini bukan kita menyamakan diri sebagai Tuhan, tapi kita memperlakukan
orang lain seperti Tuhan memperlakukan umatnya). Itulah arti dari “in the name of” the Lord Jesus, yang
secara tidak langsung mempertegas bahwa kita adalah duta Tuhan di dunia. Sama
seperti ketika kita sedang berlomba membawa nama universitas almamater kita di
ajang perlombaan, kita berusaha sebaik mungkin karena yang kita bawa adalah
nama kampus. Begitu juga kita sebagai Kristen, kita membawa nama Allah, dan perlakukanlah
orang lain dari sudut pandang Allah.
Kita harus belajar, jika kita seorang
Kristen, bagaimana memperlakukan orang dengan rasa hormat dan pertimbangan
(tidak asal bertindak sesuka hati), dengan penuh perhatian dan bijaksana, yang
mana hal-hal tersebut yang dilakukan Yesus terhadap orang lain.
Pada prinsip kedua, dari sisi
yang berlawanan, bagaimana kita memperlakukan orang lain seperti orang lain itu
adalah Tuhan, seperti yang terdapat dalam Kolose 3:23 tersebut (Apapun yang
kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia). Perlu diketahui, bahwa ayat ini ada dalam perikop hubungan antara
hamba-hamba dan tuan, weeew! Haha.
Sebagai seorang Kristen, kita
harus belajar untuk melakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, atau kita
harus belajar memperlakukan semua orang (mau kepada atasa atau bawahan) dengan
bijaksana, rendah hati, penuh pemahaman, dan sopan. Not now that he would give to me, but that I would give to him.
(Bagian ini cukup menohok saya,
karena terkadang saya masih secara tidak sadar egois, dan bekerja asal. Terlalu
dipengaruhi oleh mood dan berpengaruh
pada acara saya memperlakukan orang lain).
Dua prinsip ini yaitu
memperlakukan orang lain seperti kita adalah Kristus dan memperlakukan orang
lain seperti orang lain adalah Kristus adalah tindakan realistik yang
revolusioner serta dapat mengubahkan. This
is not idealist rubbish, this is practical advice
personal relationship. (Saya benar-benar tertarik dengan statement ini).
Terakhir, dalam slide presentasi
Bang Alex menutup dengan kata-kata “Yesus dan Paulus tidak meniadakan hubungan pimpinan dan bawahan, namun memberikan suatu perspektif relasi yang baru bagi pengikut
Kristus.
Nah, materi selanjutnya dibawakan
oleh Bapak Parapak, beliau pembawaan serius sekali hahaha. Beliau membawakan
materi dari sisi dunia professional seorang pemimpin. Beliau lebih banyak
menceritakan pengalamannya dalam memimpin saat ia menjadi Dirut Indosat. Pada saat
masa kepemimpinannnya beliau sangat menekankan visi kepada setiap bawahannya. Bahkan
pada saat itu Indosat menjadi perusahaan BUMN terbaik.
Sharing awal yang membuat saya berkesan ketika beliau berkata bahwa
antara pemimpin dan bawahan sama-sama diciptakan sesuai dengan gambar Allah,
dan sama-sama memiliki tugas untuk menjaga setiap ciptaan Tuhan. Nah kata
sama-sama di sini memiliki unsur partnership
yang tidak bisa dipisahkan. Kata sama-sama tidak mengarah pada siapa yang di
atas dan siapa yang di bawah.
Namun sebagai seorang pemimpin
diperlukan suatu kualitas agar dapat mengarahkan anggotanya dengan baik dan
benar. Pemimpin perlu merumuskan dan menggetarkan anggotanya dengan memiliki
kehidupan doa yang baik serta visi yang jelas. Visi yang yang dimaksud juga
dalah visi yang berkenan pada Tuhan. Beliau sempat bercerita, pada saat itu
perusahaan yang ia pimpin sedang tertimpa masalah dan sedang diadakan rapat
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hingga akhirnya beliau sebagai pimpinan
berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dengan mengandaikan jika Roh Kudus ada
di ruang rapat ini, keputusan apa yang akan diambil oleh Roh Kudus dan sesuai
dengan Firman Allah (yang ini berat broo.. beraattt hahhaa).
Beliau juga berpendapat bahwa
sebagai seorang pimpinan, baiknya memberdayakan bawahan dengan motivasi dan
nasehat, menggalang kesatuan dan kerja sama, serta menggagas pembaruan di bawah
tuntunan Tuhan. Beliau menekankan tokoh Nehemia dalam soal kepemimpinan. Walaupun banyak yang berusaha menjatuhkannya,
tapi Nehemia tetap maju untuk membangun kembali kehidupan bangsa Israel
(mungkin teman-teman bisa baca kitab Nehemia).
Materi selanjutnya dibawakan oleh
Bang Daniel Ginting, dengan sangat
santai dan memancing banyak tawa tiap peserta seminar. Bang Daniel membawakan
materi dari sosok jika saya seorang karyawan. Awalnya beliau mengucapkan bahwa,
“saya juga bingung mau bercerita dari sisi karyawan, saya terakhir menjadi
karyawan 13 tahun yang lalu, apa pengurus tidak salah milih?” Ujarnya sambil
bercanda diikuti tawa peserta seminar.
Beliau mulai menceritakan
pengalamannya pada saat dia menjadi karyawan (hingga ia bisa mendirikan Law Firm sendiri adalah proses yang
sangat panjang). Beliau menyatakan bahwa bekerja adalah berkarya, bekerja
adalah pelayanan. “Jadi saya pernah
berbicara dengan beberapa orang, saya bertanya, ‘kenapa kamu bekerja di sana?’
lalu di jawab ‘wah ga tau juga bang, orang-orang pada daftar di sana semua
bang, yah saya juga ikut bang,’ atau dijawab ‘biar dapat uang bang, malu kalo
ga kerja bang’” Hal-hal bekerja adalah suatu tindakan berkarya lah yang kurang
banyak ditekankan dalam kehidupan para pencari kerja.
Setelah itu beliau menekankan
bahwa kerjakanlah segala sesuatu dengan sungguh-sungguh. Apapun itu sekecil
apapun itu kerjakan dengan hati yang senang. “Mungkin awal-awal kalian
berpikir, apalah kerjaan aku ini, Cuma straples-straples,
ngurus angka-angka, foto copy-foto copy,” ujarnya dan diikuti tawa dari peserta
seminar (hahha sepertinya sebagian peserta seminar sempat mengalami hal
tersebut). Pekerjaan kecil jika dikerjakan dengan tanggung jawab akan menambah
kepercayaan kepada kita untuk tanggung jawab yang lebih besar, tiap peningkatan
tanggung jawab yang diberikan adalah sesuatu yang sangat Indah.
Sama seperti yang sudah
disampaikan dengan Bang Alex, kerjakan
segala sesuatu dengan sepenuh hati, seperti bekerja untuk Tuhan. Tidak ada
pekerjaan baik yang tidak dilihat oleh orang, percayalah! Kita juga perlu
percaya diri, tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi
tetaplah menjadi diri kita yang apa adanya. Jangan terlalu cepat puas diri
sehingga kita terlalu show off dengan
kemampuan yang kita miliki. Kita juga perlu untuk mengembangkan kemampuan yang
kita miliki, seperti sekolah lagi.
Hal terakhir yang disampaikan
oleh Bang Daniel adalah jangan lupa tetap menjalin komunikasi, jangan takut
berendapat, dan sampaikan pendapat dengan bijaksana.
Masuk dalam sesi tanya jawab,
pada putaran pertama diberikan kesempatan untuk tiga penanya.
Pertanyaan pertama dari
abang-abang (saya lupa namanya siapa) alumni FT UKI tahun 2005 (kalo ga salah).
Beliau bertanya: banyak kebijakan perusahaan sekarang yang bersifat profitable dan cenderung merugikan
banyak pihak di dalam perusahaan (umumnya karyawan yang kena), kebijakan ini
menjadi suatu sistem peraturan yang terus menerus berulang terjadi (loop hole rule). Apa yang harus kita
lakukan bila ada di kondisi seperti ini? (cerita seperti ini sering saya
dapatkan dari banyak teman yang sudah bekerja).
Pertanyaan ini dijawab oleh Pak
Parapak, hal seperti ini memang sering terjadi dan sangat sulit dihilangkan
terkadang dari bawahan tidak dapat berbuat apa-apa. Tapi langkah kecil yang
bisa kita lakukan adalah mempelajari latar belakang atasan, karakter, dan ideologi
seperti apa yang ia jalani, mungkin kita bisa menulis tiap masukan kita dalam
secarik kertas dengan penyampaian yang tepat setelah kita mempelajari
latar belakang atasan kita.
Jawaban dari Bang Daniel Ginting,
terkadang peraturan memang sudak saklak, mau-tidak mau adalah peraturan yang dibuat
oleh perusahaan yang harus diganti.
Pertanyaan kedua dari abang-abang
katanya dia sedang S2 di UI. Tapi di sini saya agak lost dengan pertanyaan dan jawabannya, jadi mohon maaf hehe.
Pertanyaan ketiga dari
kakak-kakak alumni UI, tapi lupa fakultas apa dan angkatan berapa. Dia menanyakan:
bagaimana pendapat anda dengan statement “Bos
is always right?”
Pertanyaan ini djawab oleh Pak
Parapak, tidak semua atasan selalu benar, atasan yang baik adalah atasan yang
selalu terbuka dan bersedia menerima kritik dan saran dari bawahannya, mau
dikoreksi jika mengalami kekeliruan dan kesalahan. Tidak ada Bos yang sempurna.
Sesi pertanyaan kedua untuk tiga
orang penanya juga.
Pertanyaan keempat dari Josua,
alumni UNPAD 2008. Dia menanyakan: Bagaimana jika pekerja tidak mencintai
pekerjaanya? Apakah berkerja harus sesuai dengan passion?
Jawaban dari Bang Daniel: sayang jika
pekerja bekerja tanpa mencintai pekerjaannya. Itu hanya buang-buang waktu. Kita
juga harus peka terhadap passion kita. Jangan sampai kita terjebak dengan passion sesaat. Tiba-tiba kita bilang “passion
saya bukan di kantor bang, saya di lapangan, saya suka mengajar, saya suka
anak-anak kecil..” nah kita harus mengenal diri kita lebih dala. Cari tahu dan
minta tuntunan Tuhan
Jawaban dari Bang Alex: kembali
kita harus mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh termasuk dalam menentukan
keputusan, terkadang ada orang yang dianugerahkan banyak passion oleh Tuhan, namun tidak ada pekerjaan yang dapat menampung passionnya. Pekerjaan belum tentu sama
dengan passion, ini adalah pola pikir
yang salah selama ini. Ada seorang siswa binaan saya, dia disuruh orang tuanya
untuk masuk kedokteran, sedangkan dia suka bermain musik. Pada akhirnya dia
masuk kedokteran, dan kesukaannya dalam bermain musik menjadi pekerjaan
sampingannya. Ia bekerja tapi passionnya
tetap dijalankan. Ada juga seorang alumni yang bekerja di kantoran tapi ia
menyalurkan passionnya sebagai sukarelawan dengan mengajar anak-anak jalanan
pada saat weekend. Yang penting
adalah kita harus mencintai pekerjaan kita. Orang yang ingin menjadi missionaris
ke luar negeri pun harus punya skill professional
agar bisa diterima kalangan di sana. Mereka yang ingin menjadi missionaris pun
mengambil keahlian sebagai pengajar, di mana pada saat ia mengajar ia bisa
sambil menyampaikan Firman.
Pekerjaan yg kita kerjakan juga bisa jadi menjadi bekal untuk apa yang akan kita hadapi di tantangan kehidupan selanjutnya, jadi kerjakan segala sesuatu dgn sungguh-sungguh.
Pertanyaan kelima dari
abang-abang saya lupa namanya dan lupa alumni dari mana. Ia menanyakan
bagaimana jika dalam tim kerja kita terdapat salah satu anggota yang tidak provement dengan anggota tim yang lain?
Jawaban dari Pak Parapak, kita
bisa belajar untuk ikut membina dan memberitahu anggota tersebut.. jika memang
masih sulit kita bisa melakukan tindakan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
sehingga jika terjadi konflik biarkan manajeman perusahan yang mengatur sesuai
dengan data-data bukti yang kita miliki.
Pertanyaan keenam dari
kakak-kakak saya lupa namnya, dari alumni UI. Ia menanyakan bagaimana bawahan
dan atasan bisa menjadi partner
dengan gaya komunikasi yang menyentuh hati ?
Jawaban dari Pak Parapak: kita
harus bisa menempatkan diri pada posisi yag sebenarnya, lakukan yang terbaik
dalam komunikasi, sebagai atasan perlu untuk melihat prestasi, dan atasan
jangan angkuh untuk menjalin komunikasi. Sebagai bawahan, jangan pula mempersulit
atasan dan menjelek-jelekkan atasan. Atasan dan bawahan harus sama-sama belajar
memahami karakter. Dan penting untuk menjaga silaturahmi.
Tambahan dari Bang Alex: dalam
hal menegur jangan pernah merasa lebih tinggi, kita dapat menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan dengan mengucapkan “apa yang
harus saya bantu agar kamu tidak terlambat lagi? Apa yang harus saya bantu agar
kamu tidak telat mengerjakan laporan lagi?” mungkin juga bisa disertai dengan
doa bersama, dan belajar Firman bersama.
Pekerjaan adalah pelayanan, jadi
kerjakan semua dengan hati yang suka cita.
Sekian sharing dari hasil seminar PAKJ November 2015. Itu semua hasil dari
rekaman catatan, yang ada di otak memori serta pikiran saya. Keburu lupa saya
tulis saja semua. Semoga bermanfaat.
(beberapa foto saya ambil dari official account facebook Pak Jakarta,
gak sempat bikin dokumentasi sendiri).