Menulis karena sedang belajar. Karena saya tidak bisa belajar tanpa menulis.

hidup untuk belajar

belajar untuk hidup

maka hiduplah menjadi manusia

Selasa, 21 Desember 2010


Note kali ini khusus saya dedikasikan untuk ayah saya tercinta..(terharu gak sih? Terharu lho..hahhaa)

Banyak alasannya, itulah mengapa aku sangat mengagumi sosok ayah.
Bagiku, Ayah memang sudah direncanakan Tuhan untuk menjadi sosok yang tegar dan kuat. Aku yakin bukan hanya aku saja yang berpendapat seperti itu, tapi banyak orang.
Bagiku, ia sosok yang kuat karena seumur hidup aku sama sekali belum pernah melihat ia menangis kecuali ketika aku iseng mencabut rambut kumisnya. Yah, aku tahu itu sangat sakit dan tanpa sengaja ia mengeluarkan air matanya.
 Sosok yang apa adanya. Benar-benar sederhana, menyatakan apa adanya kepada semua orang. Selagi ia bisa membantu orang lain ia tidak akan menolak permintaan tolong.
Ia mengajarkan aku Firman Tuhan dan selalu mengontrol dan menanyakan ap saja yang menjadi kegiatanku. Karena aku tahu, ia tidak akan lepas tangan. Tanpa dia, aku sekarang tidak akan pernah mengenal siapa Tuhanku sebenarnya.
Waktu aku masih sekolah, ia yang membangunkan aku tidur ketika ia tahu aku pasti akan kesiangan berangkat ke sekolah ketika ibuku sudah mulai jenuh dan bosan membangunkan aku yang tidur seperti mayat.
Ia menyapa aku ketika aku keluar kamar dengan lembut, dan yang aku sesali dengan diriku sendiri aku terkadang memiliki gengsi yang tinggi untuk membalas selembut sapaan ayahku, padahal sebenarnya aku ingin membalas lebih lembut lagi. Hingga susatu saat mungkin dari hati kecilnya ia ingin aku menjawab dengan lembut juga, dan ia berkata, “masa sapaan bapa gak bisa dijawab dengan lembut juga sih..” wajahnya sedikit kecewa. Maaf pa.
Ia yang menyuapiku makan ketika aku SD sebelum aku berangkat sekolah, atau lebih tepatnya sebelum mobil antar jemput sekolahku membunyikan klakson berulang kali dari depan tumah, karena makanku yang luar biasa lama saat itu.
Ia yang menjagai aku belajar mengendarai sepeda saat masih kecil. Ia memberi aku kepercayaan bisa belajar sendiri dan ia hanya cukup memantauku dan langsung menolong aku kalau jatuh.
Ia yang selalu memotivasi aku untuk belajar bermain musik, tapi aku selalu ogah-ogahan dan aku menyesalinya sekarang. Dan  ia memarahiku ketika aku malas belajar.
Ketika SMA, ia memanasi motor yang akan aku bawa ke sekolah jika aku tidak sempat karena kesiangan dan membukakan pintu pagar untukku. Dan ketika ia merasa aku terbuai dengan perlakuan yang ia berikan, karena ian tahu itu tidak bagus dilakuakn terus-menerus, kurang menididik dan membuat aku manja, ia langsung menegur atau bahkan memarahiku dan menyarankanku untuk jangan keterusan.
Ia yang selalu mengantar aku ke dokter jika aku sakit, dan memberikan bahunya untuk aku bersandar jika kepala dan badanku sudah benar-benar sakit dan aku tidak kuat menopangnya sendiri. Hingga aku terpakasa harus di opname di rumah sakit, ia menggantikan ibuku yang harus mengajar dan tidak bisa menjagaku untuk sementara.
Ia yang mengantarkanku ke sekolah jika hujan turun dengan deras sehingga tidak memungkinkan aku untuk berangkat sendiri.
Ketika aku melakukan sesuatu dan aku merengek-rengek serta mengeluh karena tidak berhasil mengerjakannya, ia kembali menegurku untuk tidak manja. Ia mengajarkan aku untuk mencoba segala sesuatu sendiri terlebih dahulu, jangan langsung mengandalkan bantuan orang lain.
Aku ingat ketika aku terlambat pulang dan tidak memberitakan sebelumnya ia marah. Dan kejadian itu terjadi berkali-kali. Yah, ntah mengapa aku betah melakukan kesalahan itu. Hingga suatu saatia marah begitu besar. Saat jiwa labilku masih berkuasa, aku tidak pernah mendengar omelannya. Hingga aku sadar, betapa ia sangat mengkhawatikan aku jika aku tidak ada kabar.
Ia yang selalu menuggu di teras rumah, jika aku harus pulang persekutuan pemuda atau les hingga malam hari.
Kami menjadi satu tim ketika bermain ledek-ledekan dengan ibuku. Dia selalu berharap aku bisa memasak, dan ketika aku benar-benar memasakkan makanan untuknya, apapun rasanya ia selalu memuji.
Ia selalu meminta aku membuat kopi di sore hari ketika habis pulang bekerja. Dan ketika aku ogah-ogahan, dia langsung berkata menyadarkanku, “masa cuma bikin kopi untuk bapa aja malas.”
Ia selalu meyakinkan aku untuk tidak khawatir, lakukan saja yang perlu aku lakukan, tidak perlu mengkhawatirkan dirinya. Ia selalu mengatakan, “tenang, semuanya tidak apa-apa,” ketika tangannya patah karena suatu kecelakaan.
Ia yang langsung memelukku dengan bahagia ketika mendengar aku diterima di suatu perguruan tinggi negeri. Dan ketika aku harus berangkat keluar kota untuk kuliah, ia memelukku. Ia tidak berkata apa-apa, karena aku yakin ia memberika kepercayaan padaku bahwa aku bisa menjaga diri dn bisa melakukan segala sesuatu dengan mandiri. Sinar matanya memancarkan harapan-harapan untukku.
Ia yang menyapaku di telepon dengan lembut, dan aku bahagia aku juga bisa membalas menyapanya dengan lembut. Ia selalu memotivasiku untuk tetap meningkatkan nilai, dan jangan pernah lepas dari persekuutuan.
Aku banyak belajar dari dirinya. Dan yang aku suka darinya, ia member kepercayaan padaku. Dan aku akan sedih ketika harus kehilangan kepercayaan darinya. Karena aku begitu mencintainya.
Selamat ulang tahun yang ke 56 bapa..
Tuhan selalu menyertai..

Sedikit tambahan..
Mungkin beberapa orang jika ditanya, “mana yang paling kamu sayang ayah atau ibu?”
Ada di antara mereka yang dengan pasti menjawab, “mama..” atau “tentu ibuku..” Tapi ada juga yang menjawab “aku lebih sayang papa..”, atau “aku dekat dengan ayahku..” Tentu saja mereka menjawab seperti itu karena mempunyai alasan-alasan tersendiri yang orang lain dari luar tidak bisa mengganggu gugatnya.
Tapi, ketika pertanyaan itu ditujukan kepadaku, maka aku akan menjawab, “ayah dan ibu.”
 Apabila pertanyaan itu memaksaku untuk benar-benar memilih satu saja, maka aku akan tetap menjawab, ”mereka berdua.” Dan jika pertanyaan itu masih menagih aku untuk tetap memilih salah satu dari mereka, aku akan memilih tersenyum dan menjawab, “bagiku mereka berdua itu satu dan jangan memaksakan aku untuk memisahkan mereka.”
Bagiku, ayah dan ibuku adalah satu. Yah, mereka sudah dipersatukan Tuhan melalui pernikahan yang suci dan tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Ketika aku menyatakan aku sayang ayahku berarti secara tidak langsung aku menyanyangi ibuku, dan ketika aku berkata aku sayang ibuku itu juga berarti secara tidak langsung aku juga berkata aku sayang ayahku.
22 Desember 2010
Tepat hari ulang tahun ayahku..
Tepat juga di hari ibu

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang ambievert -- Bercita-cita dapat mengunjungi 35 Provinsi di Indonesia --Belajar menjadi environmentalist tapi masih sulit untuk hemat energi (namanya juga tahap belajar) -- Sarjana Ekonomi namun tidak begitu paham khatam ekonomi -- penggila senja dan pengagum langit biru -- sangat menyukai perjalanan darat -- tak pernah berhenti kagum atas karya Pencipta alam yang ada di bumi -- Environmental Science, University of Indonesia 2014 (Master degree) -- Resource and Environmental Economics, Bogor Agricultural University 2009-2013 (Bachelor Degree) -- SMAN 5 Bengkulu -- Christian -- I just wanna be a good Indonesian

Popular Posts